Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Matinya Mesin Ideologis Kaderisasi Ulama Muhammadiyah

Jumat, 08 Agustus 2025 | 10.54 WIB Last Updated 2025-08-09T03:26:39Z

Oleh: Dr. K.H. Tohari, S.Sy., S.Th.I., M.S.I.

Setiap ada tokoh hebat pengurus Muhammadiyah yang wafat, pertama yang penulis tanyakan pada keluarga atau tetangga dekat adalah: adakah yang meneruskan keulamaan dan gerakan amal shalehnya di AUM? Pertanyaan ini adalah kegelisahan batin yang harus melahirkan upaya bersungguh-sungguh untuk melahirkan kaderisasi penerus perjuangan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang berkemajuan ke depan.

Adapun kriteria pengurus Muhammadiyah hebat bagi penulis, dari segala level baik tingkat PRM, PCM, PDM, PWM, dan PP, adalah jika saat hidupnya tegar, istiqamah, dan banyak menorehkan berbagai prestasi amal shaleh di atas rata-rata tokoh Muhammadiyah, baik saat mendirikan maupun menghidupkan AUM yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas, utamanya selain warga Muhammadiyah.

Seperti Allahummayarham:
  • KH. Ahmad Dahlan – adakah anak biologisnya menjadi penerus keulamaan dan kehebatannya?
  • KH. AR Fahruddin – adakah anak kandungnya meneruskan kharisma, keilmuan, dan kehebatannya?
  • KH. Buya Hamka?
  • KH. Ahmad Azhar Basyir – pakar fiqh yang diakui oleh ulama dunia dan ulama NU, adakah kader biologis beliau yang meneruskan di Muhammadiyah? dan lain-lain.

Jika kondisi ini — para pengurus Muhammadiyah dan Aisyiyah di berbagai level — tidak punya kesadaran bersama akan pentingnya mengkader salah satu anak atau cucunya sendiri, maka jika tidak ada, bersungguh-sungguhlah membiayai secara pribadi untuk mengkader anak orang lain yang mau dikaderisasi menjadi ulama Muhammadiyah. Kita harapkan lahir kader-kader ulama yang minimal sehebat lima tokoh yang penulis sebutkan di atas. Kita tidak ingin Muhammadiyah akan sama statusnya dengan ormas Kosgoro dan lain-lain.


Melihat realitas ini, maka eksistensi alumni PUTM harus ikut andil, agar anak-anak biologisnya ada yang dikader menjadi ulama tarjih yang fasih dan hafal Qur’annya plus bersanad, menguasai berbagai bahasa dunia, punya keahlian ilmu agama di bidangnya, dan lain-lain.


Penulis pribadi mencoba mengkader anak biologis sendiri. Anak pertama (putra) dititipkan ke Pondok Almanar Muhammadiyah pada masa KH Saifuddin, lalu pindah ke Pondok Ibnu Juraimi, dan terakhir menyelesaikan SMA-nya di MBS Muhammadiyah Klaten.


Anak kedua (putri), sejak lulus TK ABA dan SD Muhammadiyah Mutihan Wates Kulon Progo, langsung dititipkan ke MBS Muhammadiyah Klaten sampai selesai, kemudian melanjutkan kuliah di UAD Fakultas Sastra Bahasa Arab.


Anak ketiga dan keempat dititipkan di Pondok Ibnu Juraimi Ust. Charis. Anak kelima direncanakan ke Pondok Jatim Gontor, begitu pula anak keenam dan ketujuh akan ke pondok di Jatim.


Ada ungkapan menarik dalam acara Baitul Arqam yang diselenggarakan PUTM pada Ahad (08/08). Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyampaikan pentingnya Persyarikatan menyiapkan kader-kader ulama untuk menyongsong masa depan. Pasalnya, tujuan utama Muhammadiyah adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tanpa kehadiran ulama, sulit bagi Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tersebut.


“Meski pengkaderan tidak menjamin bahwa seseorang akan jadi ulama, karena ulama itu bawaan, semacam takdir. Sementara itu, fungsi pendidikan merupakan lorong yang harus dilalui sebelum menjadi ulama di masyarakat. Karenanya perlu dilakukan pengkaderan.”


Selain itu, Muhammadiyah merupakan gerakan amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang sumber ajarannya dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam pengkajian teks-teks keagamaan, merespons persoalan kontemporer, dan menentukan keputusan organisasi, dibutuhkan peran ulama. Adalah aneh kiranya bila sebuah gerakan Islam justru minus ulama di dalamnya.


Ulama dapat berperan sebagai katalisator gerak pembaruan Muhammadiyah. Karenanya, Persyarikatan perlu meningkatkan kuantitas ulama, sehingga diharapkan pada setiap cabang Muhammadiyah ada minimal seorang ulama yang bisa menjadi sumber rujukan warga, baik aspek ruhiyah maupun ilmiyah.


“Karena gerakan Islam itu membutuhkan ulama, dan ulama itu perlu dikader. Karenanya, dijalankanlah satu program penting dalam Muhammadiyah yang ditugaskan kepada Majelis Tarjih untuk melakukan pengkaderan ulama.”

Wallahu a’lam.

Oleh: Dr. K.H. Tohari, S.Sy., S.Th.I., M.S.I.
- Ketua Majlis Tarjih & Tajdid PDM KP
- Mudir Sekolah Tarjih & Tajdid Muhammadiyah (STTM) PDM KP
- Sekretaris Pusat Forum Alumni Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah DIY