Pimpinan Cabang
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kulon Progo, khususnya Bidang IMMawati
dan KPK, kembali menghadirkan ruang belajar publik bertajuk Surau Akal. Pada edisi kali ini, tema yang diangkat adalah “Bekal Pengasuhan
Anak dengan Hati: Tips dan Strategi untuk Calon Orang Tua.”
Acara yang berlangsung pada Sabtu, 15 November 2025,
dimulai pukul 15.30 WIB di Alun-Alun Wates sisi Utara,
menghadirkan M.
Noor Bassam Al Fakhri, Sekbid Hikpol KP & LH, sebagai
pemateri. Sesi ini dirancang sebagai wadah refleksi bagi para calon orang
tua agar memahami dinamika psikologis anak dan tantangan pengasuhan di era
penuh tekanan kompetisi.
Menggugah Lewat Kisah: “On
Children” Karya Wu Xiaole
Dalam pemaparannya, Bassam mengangkat salah
satu karya yang relevan dengan tema pengasuhan, yakni buku On Children
karya Wu Xiaole. Buku tersebut berisi pengalaman penulis ketika mengajar privat
anak-anak di Taiwan sebuah masyarakat dengan budaya belajar yang ketat dan
kompetitif.
Situasi ini mendorong banyak orang tua
menuntut anak meraih nilai tinggi demi masa depan yang dianggap mapan. Namun,
tekanan akademik justru kerap melahirkan stres, rasa tidak mampu, dan hubungan
keluarga yang renggang.
Menariknya, meski ulasan di internet umumnya
menyoroti hubungan orang tua dan anak, Wu Xiaole menawarkan pandangan yang lebih
luas yakni motivasi
belajar tidak semata dipengaruhi pola asuh, tetapi juga kultur sosial dan
kondisi ekonomi. Faktor-faktor eksternal ini membentuk
cara anak memandang diri, sekolah, dan masa depannya.
Potret
Anak-Anak di Tengah Tekanan
Wu Xiaole menghadirkan kisah anak-anak didiknya dengan nama panggilan yang mencerminkan karakter sebagai berikut:
1. “Si Kacamata” Pandai, Tapi
Tidak Dipercaya
Anak ini sering dianggap bodoh oleh orang tuanya karena lambat memahami soal
tertulis. Padahal, ketika dijelaskan secara lisan, ia mampu mengikuti materi.
Tekanan untuk mencapai nilai tinggi malah membuatnya semakin terpuruk dan
kehilangan kepercayaan diri.
2. “Si Patuh” Cerdas, Namun
Terluka Oleh Keluarganya
Meski terlihat ramah dan sering memamerkan kemampuannya, Si Patuh hidup
dengan beban batin yang berat. Ayahnya berselingkuh, sementara ibunya kerap
membawa pasangan baru ke rumah. Situasi itu membuatnya bingung, tidak nyaman,
dan perlahan nilai sekolahnya menurun.
Puncaknya, sang ibu menyatakan bahwa ia “bukan
anak yang diharapkan”. Ia kemudian diasuh oleh neneknya dengan sejumlah
kompensasi dari pihak keluarga. Walau sempat terpuruk, di akhir kisah ia mulai
menemukan kembali ketenangan hidup bersama neneknya.
3. Ruowa: Anak yang Mudah Dicap
Ruowa kerap dicurigai memiliki ADHD oleh sang ibu, meskipun belum tentu
demikian. Stigma ini membuat hubungan mereka dipenuhi kecemasan dan kontrol
berlebihan.
4. Xiaoye: Dimanja Namun
Tertekan Ekspektasi
Lahir dari keluarga dokter, Xiaoye diharapkan mengikuti jejak orang tuanya.
Namun karena terlalu dimanjakan dan tidak dibiasakan menghadapi kesulitan, ia
tumbuh kurang bersemangat dan kesulitan memahami pelajaran.
Kisah-kisah dalam On Children
menyadarkan bahwa tumbuh kembang anak dipengaruhi banyak aspek. Orang tua memang
memegang peran penting, namun budaya kompetitif, tekanan
sosial, dan kondisi ekonomi keluarga juga membentuk cara anak
menyerap pelajaran dan membangun motivasi.
Melalui Surau Akal, IMM Kulon Progo mengajak peserta terutama para calon orang tua untuk melihat pengasuhan bukan sekadar soal mendidik, tetapi juga memahami konteks yang memengaruhi dunia batin anak. Dengan begitu, pendampingan yang diberikan bukan hanya berbasis tuntutan, tetapi juga empati dan kesadaran lingkungan sosial.

