Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Malam Terakhir di Jalan Pulang

Rabu, 04 Juni 2025 | 13.43 WIB Last Updated 2025-06-04T07:24:32Z


Di Kulon Progo, malam selalu sederhana. Angin bertiup pelan, pohon-pohon diam dalam gelap, dan suara-suara hanya tersisa sebagai bisikan jauh. Tapi malam itu, Selasa, 3 Juni 2025, keheningan menjadi berita. Di jalan yang biasa dilalui orang pulang, seseorang justru berpulang.

Namanya Drs. H. Sartono, M.A. Umurnya 59 tahun. Ia bukan hanya seorang penghulu di KUA Lendah, bukan sekadar PNS Kementerian Agama, bukan hanya ayah dari empat anak, tapi juga sosok yang dikenal sebagai juru dakwah yang tenang dan dalam. Ia adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kulon Progo, dan seorang penceramah yang kerap membawakan kajian serius—tentang hisab, tentang arah kiblat, hingga pembahasan pelik mengenai kalender hijriyah global tunggal yang selama ini menjadi ikhtiar Muhammadiyah dalam menyatukan waktu ibadah umat.

Malam itu, ia baru saja pulang dari sebuah pengajian. Seperti biasa, ia menebar ilmu, menyalakan pemahaman, menjawab tanya dengan sabar. Tapi sekitar pukul 21.15 WIB, di timur Jembatan Durungan, Kalurahan Giripeni, sepeda motor Honda Beat yang dikendarainya menghantam bagian belakang truk Mitsubishi Tronton yang parkir sembarangan.

Truk itu diam, tapi tak memberi isyarat apa-apa. Tak ada rambu. Tak ada segitiga pengaman. Sebagian rodanya bahkan menjorok ke badan jalan. Sartono datang dalam gelap, tak sempat menghindar.

Benturan keras membuat tubuhnya terlempar, terluka dan berdarah. Ia dilarikan ke RSUD Wates. Tapi takdir lebih cepat daripada perawatan. Ia dinyatakan meninggal dunia tak lama kemudian.

“Motor melaju sekitar 70 km/jam dan menabrak truk yang parkir tanpa tanda pengaman,” jelas Ipda Tanto Kurniawan dari Satlantas Polres Kulon Progo.

Sopir truk, Badrudin (55), warga Banyumas, tidak mengalami luka. Begitu pula kernetnya, Iwan Faozi (31). Tapi saat diperiksa, Badrudin diketahui tidak memiliki SIM. Parkir sembrono itu kini jadi bagian dari penyelidikan yang lebih dalam.

Sartono bukan sosok biasa. Dalam diamnya, ia menyimpan ilmu. Dalam caranya berbicara, ada keteduhan. Dalam aktivitas hariannya, ia memelihara semangat dakwah—baik di masjid, di forum pengajian, maupun melalui struktur organisasi dakwah Muhammadiyah. Ia bukan sekadar menjelaskan tanggal dalam kalender hijriyah; ia meyakini pentingnya kesatuan waktu umat, dan menyampaikannya dengan telaten dalam berbagai kajian lintas wilayah.

Kini, ia telah pergi. Tak ada lagi jadwal ceramah yang harus disiapkan. Tak ada lagi makalah yang perlu dipresentasikan. Yang tersisa adalah kenangan, jejak kebaikan, dan ilmu yang terus mengalir sebagai amal jariyah.

Jenazah Drs. H. Sartono dimakamkan pada Rabu, 4 Juni 2025, pukul 13.00 WIB di pemakaman Kauman, Kulon Progo. Rumah duka berada di Perumahan BSA 2 Njoho, Gunung Gempal RT 24/RW 11, Giripeni, Wates—tempat terakhir di mana doa-doa dipanjatkan untuk kepergiannya.

Kehilangan sosok seperti Sartono adalah luka besar yang tak bisa diganti. Ia adalah cahaya kecil yang menyala konsisten—mungkin tak selalu terang mencolok, tapi cukup untuk menerangi banyak jalan orang lain.

Malam itu, di jalan yang biasa ia lalui, ia tak sampai tujuan. Tapi mungkin, tujuan sesungguhnya justru telah ia capai: pulang, ke tempat yang abadi.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Sugeng tindak, guru umat. Swargi langgeng. Ilmumu tetap hidup dalam setiap waktu yang kau perjuangkan.

~ dari berbagai sumber.